Resensi Diskusi Bulanan Pemuda ICMI Kota Bekasi

Diskusi menghadirkan Robbi Hermawan dari Indonesia Offroad Federation (IOF), Febri selaku perwakilan Laz GIS, serta Irfan, Ketua Yayasan GIS

Kelestarian Lingkungan dan Pertumbuhan Ekonomi dalam Perspektif Kebencanaan

Diskusi bulanan Pemuda ICMI Kota Bekasi kembali diselenggarakan sebagai ruang dialektika intelektual yang mempertemukan perspektif keislaman, kemanusiaan, dan kebijakan publik. Kegiatan ini dilaksanakan pada 13 Desember 2025 bertempat di Sekretariat Pemuda ICMI Kota Bekasi, dengan menghadirkan para praktisi dan pemerhati kebencanaan dari berbagai latar belakang.

Diskusi menghadirkan Robbi Hermawan dari Indonesia Offroad Federation (IOF), Febri selaku perwakilan Laz GIS, serta Irfan, Ketua Yayasan GIS. Kehadiran para narasumber tersebut memperkaya diskursus, khususnya dalam membedah isu kebencanaan dari sudut pandang lapangan, kemanusiaan, serta tata kelola kebijakan.

Kontradiksi Kelestarian Alam dan Orientasi Pertumbuhan Ekonomi

Tema diskusi yang diangkat, “Kelestarian Alam dan Pertumbuhan Ekonomi”, berangkat dari keprihatinan terhadap bencana banjir bandang yang melanda beberapa wilayah di Sumatra, antara lain Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Diskusi ini secara kritis mengulas dugaan keterkaitan antara kerusakan lingkungan dengan kebijakan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam, khususnya melalui alih fungsi hutan alam menjadi perkebunan sawit.

Peserta diskusi menyoroti adanya kontradiksi kebijakan, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah, yang kerap menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas utama, sementara aspek kelestarian lingkungan belum sepenuhnya dijadikan landasan pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks ini, bencana alam dipahami bukan semata fenomena alamiah, melainkan juga sebagai konsekuensi dari keputusan politik dan ekonomi.

Penanganan Pascabencana dan Tantangan Koordinasi Kelembagaan

Diskusi kemudian mengalir pada pembahasan penanganan pascabencana, khususnya dalam aspek keselamatan relawan dan efektivitas koordinasi antar lembaga. Robbi Hermawan membagikan pengalaman empirisnya di lapangan, menekankan pentingnya kesiapsiagaan relawan, mitigasi risiko, serta standar keselamatan pribadi dalam operasi kemanusiaan.

Sorotan kritis juga diarahkan pada sistem penanganan bencana pascareformasi, yang dinilai masih menghadapi persoalan tumpang tindih kewenangan. Keberadaan lembaga-lembaga seperti BNPB, BASARNAS, TAGANA, dan Kampung Siaga Bencana (KSB) dinilai strategis, namun membutuhkan tata kelola dan koordinasi yang lebih terintegrasi.

Pandangan ini diperkuat oleh Moch. Sholihin dan Nanda, yang aktif di KSB Kementerian Sosial. Keduanya menegaskan bahwa penanganan pascabencana harus memiliki sistem yang jelas, tidak saling tumpang tindih, serta berorientasi pada prioritas kemanusiaan secara menyeluruh, baik dari sisi logistik, kesehatan, psikososial, maupun rehabilitasi sosial.

Pemuda ICMI Kota Bekasi Diskusi Desember 2025


Kritik Kebijakan dan Peran Negara

Dari perspektif peserta lain, Rizki menyampaikan pandangan kritis bahwa bencana yang terjadi di Sumatra tidak dapat dilepaskan dari kelalaian kebijakan pemerintah, khususnya terkait pemberian izin konsesi dan alih fungsi lahan. Dalam pandangannya, Kementerian Kehutanan berada pada posisi strategis dalam hirarki kebijakan yang berimplikasi langsung terhadap kerusakan lingkungan dan meningkatnya risiko bencana.

Diskursus ini menegaskan bahwa mitigasi bencana tidak cukup dilakukan pada tahap respons darurat, tetapi harus dimulai dari pembenahan kebijakan struktural yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam.

Media, Influencer, dan Polarisasi Informasi

Isu lain yang turut dibahas adalah peran influencer media sosial dalam penggalangan dana kemanusiaan. Diskusi menimbang secara kritis bagaimana masyarakat seharusnya merespons fenomena ini, di tengah regulasi pemerintah yang mengharuskan adanya izin resmi dalam pengumpulan dana sosial.

Reza Firdaus dan Hasan menyoroti peran media nasional dalam menyajikan informasi yang berimbang dan berbasis data. Keduanya mengingatkan adanya potensi distorsi informasi dan polarisasi isu, terutama melalui konten yang menyudutkan pemerintah secara berlebihan dan menafikan upaya tanggap darurat yang telah dilakukan. Dalam konteks ini, literasi publik menjadi faktor penting untuk mencegah manipulasi opini dan disinformasi.

Rekomendasi dan Penutup

Diskusi bulanan ini menghasilkan dorongan dan rekomendasi normatif kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, agar lebih berhati-hati dan berkeadilan ekologis dalam memberikan izin konsesi serta alih fungsi lahan. Kebijakan tersebut dipandang sebagai bentuk mitigasi awal dan langkah strategis untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas di masa mendatang.

Sebagai penutup, Mabrur, selaku moderator, merangkum diskusi dengan sebuah refleksi kritis:

“Kejahatan kemanusiaan—dalam bentuk bencana alam—lebih sering terjadi dibanding kejahatan politik. Namun kejahatan politik itu sendiri kerap berakar dari kejahatan keuangan, yaitu keserakahan.”

Resensi ini menegaskan bahwa diskusi Pemuda ICMI Kota Bekasi tidak hanya menjadi ruang wacana, tetapi juga sarana membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya integrasi antara nilai kemanusiaan, kebijakan publik, dan kelestarian lingkungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.